Sunday 24th of November 2024
×

Sejarah Asal Usul Kota Prabumulih, Ternyata Maknanya Ini! Banyak yang Masih Belum Tahu

Sejarah Asal Usul Kota Prabumulih, Ternyata Maknanya Ini! Banyak yang Masih Belum Tahu

--

OTONITY.com - Prabumulih, yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia, sebelumnya merupakan kota administratif di bawah kabupaten asalnya, Muara Enim, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1982.

Asal mula nama kota Prabumulih ternyata berbeda dari pengetahuan yang umumnya dikenal oleh banyak penduduk Sumatera Selatan.


Banyak yang beranggapan bahwa nama Prabumulih berasal dari "Raja Pulang" atau merujuk pada sebuah bukit yang tinggi.

Namun, menurut seorang tokoh adat dan sesepuh di Prabumulih, yaitu Senanjat, arti sebenarnya dari nama Prabumulih adalah "Prabung," yang berarti keberuntungan atau kelebihan, dan "Uleh," yang berarti mendapat atau dapat, sehingga secara keseluruhan berarti "Mendapat Keberuntungan."

"Kalau asal mulanya, dulu zaman puyang Prabumulih yakni puyang Tegeri memiliki anak empat orang masing-masing Ninggun, Dayan, Resek, Jami. Mereka ini meminta izin membangun atau membuka negeri baru," ungkap Senanjat.

Setelah memilih lokasi, keempat anak puyang Tegeri memilih titik nol kota Prabumulih saat ini untuk mendirikan rumah adat kota Prabumulih. Lokasi tersebut terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Dusun Prabumulih, Kecamatan Prabumulih Barat, atau persimpangan menuju Baturaja.

Baca juga: Sejarah Asal-usul Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara yang Merupakan Peninggalan Zaman Kolonialisme Belanda di Indonesia

Baca juga: Sejarah Kota Pontianak yang Konon Tercipta Gara-Gara Legenda Hantu Kuntilanak: Cek Faktanya di Sini

Baca juga: Sejarah Asal Usul Kota Semarang yang Ternyata Berasal Dari Pohon Asem yang Tumbuh Jarang

"Saat itu masih hutan belantara, kemudian ditebas dan setelah bersih sesuai adat istiadat untuk menentukan apakah tanah itu layak atau tidak maka tanah dilokasi ditebas dimasukkan ke dalam 'Kulak' semacam tempat semacam tabung atau dulu sering dipakai untuk menakar beras literan ukuran 5 kilo," katanya.

Mereka mengisi sebuah "kulak" dengan tanah dan meratakannya, kemudian menempatkannya di dalam bakul besar untuk mencegah tanah lain masuk. Bakul tersebut kemudian ditutupi dengan daun-daun dan ditinggalkan semalam.

"Kata puyang Tegeri, kalau tanah bertambah maka tempat itu bisa dijadikan negeri tapi kalau tidak maka tidak boleh. Setelah semalam ditinggalkan, paginya dibuka dan tempat menyimpan tanah diangkat lalu isi tanah ditumpahkan ke wadah bakul besar lalu disisikan lagi ke kulak," ceritanya.

Ketika kulak tersebut kemudian diisi kembali dengan tanah, ternyata tidak cukup muat lagi, dan tanahnya menjadi sangat banyak.

Sumber:

UPDATE TERBARU